Rabu, 03 Mei 2017

Ikhlas Berkorban

Dalam perjalanan di luar negeri, saya pernah melihat seorang ibu sedang memungut makanan dari tong sampah. Saya pikir si ibu itu akan menelan makanannya, tapi ternyata saya salah.



Makanan dari mulutnya itu langsung disuapkan ke dalam mulut anak balitanya. Suapan dari mulut ke mulut ini berlangsung di tengah hilir mudik orang ramai yang melirik peristiwa itu. Saya sempat terkejut. Karena saya sadar bahwa si Ibu menggunakan mulutnya untuk membersihkan makanan itu dari kotoran dan setelah bersih ia tidak menelannya tapi ia justru memberikannya kepada anak balitanya. Inilah pengorbanan yang fantastik. Sulit diterjemahkan dengan akal sehat. Tapi kehidupan ini memang ada karena berkat pengorbanan dalam senyap.Dulu ketika saya tamat SLP dan diterima di SMU, karena tidak ada uang untuk membeli seragam sekolah, ibu saya, dari sore sampai keesokan paginya tanpa istirahat, dalam keadaan sakit batuk, menjahit celana panjang untuk saya. Celana itu bahannya dari celana yang dimiliki oleh ayah saya. Itu ia lakukan agar keesokan paginya saya bisa sekolah dengan seragam baru. Ketika saya berangkat sekolah, yang saya lihat tak ada nampak sedikitpun kelelahan dari ibu, kecuali rasa bahagianya karena melihat saya tersenyum untuk pertama kalinya menggunakan celana panjang ke sekolah. Ayah saya pun tersenyum walau celana terbaiknya harus dikorbankan untuk seragam sekolah saya. Mereka sendiri tidak tahu apakah selanjutnya saya bisa terus sekolah. Namun, kekuatan cintanya pada hari itu adalah titik awal yang membuat saya dewasa.

Ibu dan ayah kita adalah contoh nyata bagaimana Tuhan menunjukkan makna ikhlas memberi. Tanpa berharap apapun kecuali cinta kepada anak yang diamanahkan Tuhan kepadanya. Memberi karena Tuhan memang tak bisa disandingkan dengan harta apapun di dunia ini. Mengapa? Apa yang ialami oleh ibu, juga berlaku bagi kita sebagai bentuk apa yang disebut dengan detachment - buah dari iman dan kedahsyatan. Ketika ia berkorban, “Aku“ bukan lagi subject yang bertindak. Tak ada rasa sakit, sedih, cinta, harapan, ketakutan, tak ada aku. Semuanya adalah titah-Mu. Sejenis pengorbanan diri yang sublime.



Berkorban adalah peniadaan ganda. Meniadakan aku dan meniadakan apa yang bagian dari diriku. Apa yang luar biasa dari kisah orang yang berkorban itu? Apa yang luar biasa adalah bahwa kita jarang mengingat, bahwa secara DNA anak itu bukanlah milik Ibu. Ia milik sang Ayah. Tapi ia berbuat dengan pengorbanan untuk sesuatu yang bukan miliknya. Keikhlasan karena titah Illahi dan didesain untuk itu. Memang sebuah pengorbanan yang sublime.

Dalam pemberian, benda berpindah tangan tanpa berdasarkan kontrak. Tersirat dalam kontrak adalah pembatasan: dalam kepercayaan, dalam solidaritas, dalam waktu. Ketika kita ”memberi”, batas itu tak ada. Waktu dihayati sebagai sesuatu yang tak melingkar, malah lepas tak terhingga. ”Memberi” mengandung premis bahwa ada yang turah, apalagi waktu, dalam hidup. ”Memberi” tak mengenal langka. Inilah makna yang terdalam di balik keikhlasan memberi.

Hidup kini kian ribut oleh Langka dan manusia cemas. ”Memberi” makin jadi laku yang sulit. Yang berkuasa adalah perdagangan: proses tukar-menukar yang mengharapkan laba, dari mana orang menghimpun—dan menghimpun adalah cara menghadapi sebuah kelak yang masih akan dirundung Langka. Bahkan sindrom Langka begitu kuat hingga masuk ke dalam wilayah, di mana orang mencoba meniru jejak Ibrahim tapi tak bisa lagi memberi. Di sini pun cemas tak kalah akut, juga keserakahan yang terbit dari kecemasan itu.

Rahmat Tuhan tak dilihat lagi sebagai sesuatu yang memancar tak terhingga. Rahmat jadi sesuatu yang harus diperebutkan. Di proteksi dengan asuransi. Semua kebaikan dan derma di kalkulasi agar rahmat melimpah dan sorga didapat, dan hidup jadi melelahkan karena Tuhan di partanyakan...

Status Jeli Bandaro 26 Januari 2016

Doyan Makanan Pedas? Ternyata Kamu Cenderung Berumur Panjang & Cerdas Sob!










Jika kamu termasuk orang yang menyukai makanan pedas, maka kamu patut bersyukur sobat, karena ternyata orang yang suka makanan pedas memiliki kelebihan luar biasa.

Sebuah penelitian menemukan bahwa makanan pedas ternyata bisa meningkatkan fungsi otak dan meningkatkan kesehatan tubuh secara keseluruhan sehingga bisa memperpanjang usia.

1. Makanan pedas menguatkan koneksi antar sel otak

Cabai merah mengandung senyawa apigenin, yang mampu menguatkan syaraf otak dan lebih utama adalah menjaga hubungan antar s sel-sel otak sehingga bisa meningkatkan fungsi otak dalam mengingat, menyimpan informasi dan pengetahuan. Kandungan flavonoid ini juga sekaligus mencegah Alzheimer dan gangguan mental lainnya.

2. Makanan pedas memperpanjang umur

Banyak penelitian mengatakan bahwa makanan pedas bisa memperpanjang usia. Secara spesifik, orang yang makan pedas mampu menurunkan risiko kematian hingga 14% karena memiliki kekebalan tubuh yang lebih kuat. Hal ini dipengaruhi oleh senyawa capsaicin dalam cabai, yang bahkan bisa mencegah kanker.

Wow keren dan bagus tentunya. Nah bagaimana sob, yuk mulai sukai makanan yang pedas. Asal jangan berlebihan loh.