Selasa, 19 Juli 2016

Inilah Kriteria Memilih Pasangan Idaman Sesuai Sunnah Rasul!!!



setiap manusi pasti mendambakan suatu pernikahan dengan orang yang dia cintai
serta sayangi untuk membina sebuah rumah tangga, namun perlu diketahui untuk
semua bahwa pasangan kalian yang ada didepan mata kalian sekarang itu belum
tentu pasangan idaman sesuai kalian, Namun perlu diketahui kali ini akan
dijelaskan mengenai cara memilih pasangan idaman yang sesuai sunnah rasulullah.


Terikatnya jalinan cinta
dua orang insan dalam sebuah pernikahan merupakan perkara yang sangat
diperhatikan dalam syariat Islam yang mulia ini. Bahkan kita dianjurkan untuk
serius dalam permasalahan ini serta dilarang menjadikan hal ini sebagai bahan
candaan atau main-main. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

“Tiga
hal yang seriusnya dianggap benar-benar serius dan bercandanya dianggap serius:
nikah, cerai dan ruju.’”(Diriwayatkan oleh Al Arba’ah kecuali An Nasa’i.
Dihasankan oleh Al Albani dalamAsh Shahihah)

Salah satunya disebabkan
menikah berarti mengikat seseorang untuk menjadi teman hidup tidak hanya untuk
satu atau dua hari saja namun bahkan seumur hidup, insya Allah. Maka demikian,
merupakan salah satu kemuliaan syariat Islam bahwa orang yang hendak menikah
diperintahkan untuk berhati-hati, teliti serta penuh pertimbangan dalam memilih
pasangan hidup sebelum melangkah ke jenjang pernikahan.

Namun sayang, anjuran ini
sudah semakin diabaikan oleh kebanyakan kaum muslimin. Sebagian mereka
terjerumus dalam perbuatan maksiat seperti pacaran dan semacamnya, sehingga
mereka pun akhirnya menikah dengan kekasih mereka tanpa memperhatikan bagaimana
keadaan agamanya. Atau sebagian lagi memilih pasangannya hanya dengan
pertimbangan fisik. Mereka berlomba mencari wanita cantik untuk dipinang tanpa
peduli bagaimana kondisi agamanya. Dan sebagian lagi menikah untuk menumpuk
kekayaan. Mereka pun meminang lelaki atau wanita yang kaya raya untuk
mendapatkan hartanya saja. Yang terbaik tentu ialah apa yang dianjurkan oleh
syariat, yaitu berhati-hati, teliti serta penuh pertimbangan dalam memilih
pasangan hidup serta menimbang anjuran-anjuran agama dalam memilih pasangan.

Setiap muslim yang ingin
beruntung dunia dan akhirat hendaknya mendambakan sosok suami dan istri dengan
kriteria sebagai berikut:

1.
Taat kepada Allah dan Rasul-Nya

Ini merupakan kriteria
yang paling utama dari kriteria yang lain. Jadi dalam memilih calon pasangan
hidup, minimal harus terdapat satu syarat ini. Karena Allah Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya
yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa.” (QS. Al
Hujurat: 13)

Sedangkan taqwa ialah
menjaga diri dari adzab Allah Ta’ala dengan menjalankan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya. Maka hendaknya seorang muslim berjuang untuk mendapatkan
calon pasangan yang paling mulia di sisi Allah Swt, yakni seorang yang taat
kepada aturan agama. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallampun menganjurkan
memilih istri yang baik agamanya,

“Wanita
biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya,
karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang
bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.”
(HR. Bukhari-Muslim)

Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda,

“Jika
datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya,
maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan
kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah
bahwa hadits ini hasan lighoirihi)

Apabila demikian, maka
ilmu agama merupakan salah satu poin penting yang menjadi perhatian dalam
memilih pasangan. Sebab bagaimana mungkin seseorang dapat menjalankan perintah
Allah dan menjauhi larangan-Nya, padahal dia tidak tahu apa saja yang
diperintahkan oleh Allah Swt dan apa saja yang dilarang oleh-Nya? Dan disinilah
diperlukan ilmu agama untuk mengetahuinya.

Jadi pilihlah calon
pasangan hidup yang mempunyai pemahaman yang baik tentang agama. Sebab salah
satu tanda orang yang diberi kebaikan oleh Allah ialah yang mempunyai pemahaman
agama yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

Orang
yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan akan dipahamkan terhadap
ilmu agama.” (HR. Bukhari-Muslim)

Disini yang dimaksud
dengan sekufu atau al kafa’ah ialah sebanding dalam hal kedudukan, agama,
nasab, rumah dan selainnya (Lisaanul Arab, Ibnu Manzhur). Al Kafa’ah secara
syariat menurut mayoritas ulama adalah sebanding dalam agama, nasab (keturunan),
kemerdekaan dan pekerjaan. (Dinukil dari Panduan Lengkap Nikah, hal. 175). Atau
dengan kata lain kesetaraan dalam agama dan status sosial. Banyak dalil yang
menunjukkan anjuran ini. Di antaranya firman Allah Ta’ala,

“Wanita-wanita
yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk
wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang
baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An Nur:
26)

Al Bukhari pun dalam kitab
shahihnya membuat Bab Al Akfaa fid Diin (Sekufu dalam agama) kemudian di
dalamnya terdapat hadits,

Wanita
biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya,
karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya
(keislamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR.
Bukhari-Muslim)

Salah satu hikmah dari
anjuran ini ialah kesetaraan dalam agama serta kedudukan sosial bisa menjadi
faktor kelanggengan suatu rumah tangga. Hal ini diisyaratkan oleh kisah Zaid
bin Haritsahradhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat yang paling dicintai oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dinikahkan dengan Zainab binti Jahsy
radhiyallahu ‘anha. Zainab merupakan salah satu wanita terpandang dan cantik,
sedangkan Zaid ialah lelaki biasa yang tidak tampan. Walhasil, pernikahan
mereka pun tidak berlangsung lama. Jika kasus seperti ini terjadi pada sahabat
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, apalagi kita?

3.
Menyenangkan jika dipandang

Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hadits yang telah disebutkan, membolehkan kita untuk
menjadikan faktor fisik sebagai salah satu criteria dalam memilih calon
pasangan. Sebab paras wajah yang cantik atau tampan, juga keadaan fisik yang
menarik lainnya dari calon pasangan hidup kita merupakan salah satu faktor
penunjang keharmonisan rumah tangga. jadi mempertimbangkan hal tersebut sejalan
dengan tujuan dari pernikahan, yakni untuk menciptakan ketentraman dalam hati.

Allah Ta’ala berfirman,

Dan
di antara tanda kekuasaan Allah ialah Ia menciptakan bagimu istri-istri dari
jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram denganya.” (QS. Ar Ruum: 21)

Dalam sebuah hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan 4 ciri wanita
sholihah yang salah satunya,

Jika
memandangnya, membuat suami senang.” (HR. Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa
sanad hadits ini shahih
)

Maka dari itu, Islam
menetapkan adanya nazhor, yakni melihat wanita yang yang hendak dilamar.
Sehingga sang lelaki bisa mempertimbangkan wanita yang hendak dilamarnya dari
segi fisik. Sebagaimana saat ada seorang sahabat mengabarkan pada
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia akan melamar seorang wanita
Anshar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Sudahkah
engkau melihatnya?” Sahabat tersebut berkata, “Belum.” Beliau lalu bersabda,
“Pergilah kepadanya dan lihatlah ia, sebab pada mata orang-orang Anshar
terdapat sesuatu.”(HR. Muslim)

4.
Subur (mampu menghasilkan keturunan)

Di antara hikmah dari
pernikahan ialah untuk meneruskan keturunan dan memperbanyak jumlah kaum
muslimin dan memperkuat izzah (kemuliaan) kaum muslimin. Sebab dari pernikahan
diharapkan lahirlah anak-anak kaum muslimin yang nantinya menjadi orang-orang
yang shalih yang mendakwahkan Islam. Maka dari itulah, Rasullullah shallallahu
‘alaihi wa sallammenganjurkan untuk memilih calon istri yang subur,

Nikahilah
wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya
ummatku.” (HR. An Nasa’I, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam Misykatul
Mashabih)

Sebab alasan ini juga
sebagian fuqoha (para pakar fiqih) berpendapat bolehnya fas-khu an
nikah(membatalkan pernikahan) sebab diketahui suami mempunyai impotensi yang
parah. As Sa’di berkata: “Jika seorang istri setelah pernikahan mendapati
suaminya ternyata impoten, maka diberi waktu selama 1 tahun, jika masih dalam
keadaan demikian, maka pernikahan dibatalkan (oleh penguasa)” (Lihat Manhajus
Salikin, Bab ‘Uyub fin Nikah hal. 202)

Kriteria
Khusus untuk Memilih Calon Suami

Khusus bagi seorang
muslimah yang hendak memilih calon pendamping hidup, ada satu kriteria yang penting
untuk diperhatikan. Yakni calon suami mempunyai kemampuan untuk memberi nafkah.
Sebab memberi nafkah adalah kewajiban seorang suami. Islam telah menjadikan
sikap menyia-nyiakan hak istri, anak-anak serta kedua orang tua dalam nafkah
termasuk dalam kategori dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

Cukuplah
seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi
tanggungannya.”(HR. Ahmad, Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini
shahih).

Maka dari itu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membolehkan bahkan menganjurkan menimbang
faktor kemampuan memberi nafkah dalam memilih suami. Seperti kisah pelamaran
Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha:

Dari
Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Aku mendatangi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Sesungguhnya Abul Jahm dan
Mu’awiyah telah melamarku”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata, “Adapun Mu’awiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta. Adapun
Abul Jahm, ia tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya”.”(HR.
Bukhari-Muslim)

Dalam hadits ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merekomendasikan
Muawiyahradhiyallahu ‘anhu karena miskin. Maka ini menunjukkan bahwa masalah
kemampuan memberi nafkah perlu diperhatikan.

Namun kebutuhan nafkah ini
jangan sampai dijadikan kriteria serta tujuan utama. Bila sang calon suami bisa
memberi nafkah yang dapat menegakkan tulang punggungnya serta keluarganya kelak
itu sudah mencukupi. Karena Allah dan Rasul-Nya mengajarkan akhlak zuhud
(sederhana) dan qana’ah (menyukuri apa yang dikarunai Allah) serta mencela
penghamba dan pengumpul harta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallambersabda,

Celakalah
hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah dan celakalah
hamba khamilah. Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah.” (HR.
Bukhari).

Selain itu, bukan juga
berarti calon suami harus kaya raya. Sebab Allah Swt pun menjanjikan kepada
para lelaki yang miskin yang ingin menjaga kehormatannya dengan menikah untuk
diberi rizki.

Dan
nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kalian. Jika mereka
miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An
Nur: 32)

Kriteria
Khusus untuk Memilih Istri

Salah satu bukti bahwa
wanita mempunyai kedudukan yang mulia dalam Islam ialah bahwa terdapat anjuran
untuk memilih calon istri dengan lebih selektif. Yakni dengan adanya beberapa
kriteria khusus untuk memilih calon istri. Di antara kriteria tersebut adalah
sebagai berikut ini:

1.
Bersedia taat kepada suami

Seorang suami ialah
pemimpin dalam rumah tangga. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

Kaum
laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS. An Nisa: 34)

Sudah sepatutnya seorang
pemimpin untuk ditaati. Saat ketaatan ditinggalkan maka hancurlah ‘organisasi’
rumah tangga yang dijalankan. Maka dari itulah, Allah dan Rasul-Nya dalam
banyak dalil memerintahkan seorang istri untuk taat kepada suaminya, kecuali
dalam perkara yang diharamkan. Meninggalkan ketaatan kepada suami merupakan
dosa besar, sebaliknya ketaatan kepadanya diganjar dengan pahala yang sangat
besar.

Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

Apabila
seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan
Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga
dari pintu mana saja yang ia inginkan.” (HR. Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Al
Albani)

Jadi seorang muslim
hendaknya memilih wanita calon pasangan hidupnya yang telah menyadari akan
kewajiban ini.

2.
Menjaga auratnya dan tidak memamerkan kecantikannya kecuali kepada suaminya

Berbusana muslimah yang
benar dan sesuai syar’i ialah merupakan kewajiban setiap muslimah. Seorang
muslimah yang shalihah tentunya tidak akan melanggar ketentuan ini. Allah
Ta’ala berfirman,

Wahai
Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri
orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka.’” (QS. Al Ahzab: 59)

Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pun mengabarkan dua kaum yang kepedihan siksaannya belum
pernah beliau lihat, salah satunya ialah wanita yang memamerkan auratnya serta
tidak berbusana yang syar’i. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

Wanita
yang berpakaian namun (pada hakikatnya) telanjang yang berjalan melenggang,
kepala mereka bergoyang bak punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan
bahkan mencium wanginya pun tidak. Padahal wanginya surga dapat tercium dari
jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)

Berdasarkan dalil-dalil
yang ada, para ulama merumuskan syarat-syarat busana muslimah yang syar’i di
antaranya: menutup aurat dengan sempurna, tidak ketat, tidak transparan, bukan
untuk memamerkan kecantikan di depan lelaki non-mahram, tidak meniru ciri khas
busana non-muslim, tidak meniru ciri khas busana laki-laki, dll.

Jadi pilihlah calon istri
yang menyadari dan memahami hal ini, yakni para muslimah yang berbusana
muslimah yang syar’i.

3.
Gadis lebih diutamakan dari janda

Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menganjurkan agar menikahi wanita yang masih gadis. Sebab
secara umum wanita yang masih gadis mempunyai kelebihan dalam hal kemesraan dan
dalam hal pemenuhan kebutuhan biologis. Sehingga sejalan dengan salah satu
tujuan menikah, yakni menjaga dari penyaluran syahawat kepada yang haram.
Wanita yang masih gadis juga biasanya lebih nerima bila sang suami
berpenghasilan sedikit. Hal ini semua dapat menambah kebahagiaan dalam
pernikahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Menikahlah
dengan gadis, sebab mulut mereka lebih jernih, rahimnya lebih cepat hamil, dan
lebih rela pada pemberian yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al
Albani)

Namun tidak mengapa
menikah dengan seorang janda apabila melihat maslahat yang besar. Seperti  sahabat Jabir bin Abdillahradhiyallahu ‘anhu
yang menikah dengan janda dikarenakan ia mempunyai 8 orang adik yang masih
kecil sehingga membutuhkan istri yang pandai merawat anak kecil, kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyetujuinya (HR. Bukhari-Muslim)

Dianjurkan kepada
seseorang yang hendak meminang seorang wanita untuk mencari tahu tentang nasab
(silsilah keturunan)-nya.

Alasan yang pertama, seba keluarga
mempunyai peran besar dalam mempengaruhi ilmu, akhlak dan keimanan seseorang.
Seorang wanita yang tumbuh dalam keluarga yang baik lagi Islami biasanya
menjadi seorang wanita yang shalihah.

Alasan yang kedua, di
masyarakat kita yang masih awam terdapat permasalahan pelik berkaitan dengan
status anak zina. Mereka menganggap bahwa bila dua orang berzina, cukup dengan
menikahkan keduanya maka selesailah permasalahan. Padahal tidak demikian. Sebab
dalam ketentuan Islam, anak yang dilahirkan dari hasil zina tidak di-nasab-kan
kepada si lelaki pezina, namun di-nasab-kan kepada ibunya. Berdasarkan hadits,

Anak
yang lahir adalah milik pemilik kasur (suami) dan pezinanya dihukum.” (HR.
Bukhari)

Dalam hadits yang mulia ini,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamhanya menetapkan anak tersebut di-nasab-kan
kepada orang yang berstatus suami dari si wanita. Me-nasab-kan anak zina
tersebut kepada lelaki pezina menyelisihi tuntutan hadits ini.

Konsekuensinya, anak yang
lahir dari hasil zina, jika ia perempuan maka suami dari ibunya tidak boleh
menjadi wali dalam pernikahannya. Bila ia menjadi wali maka pernikahannya tidak
sah, bila pernikahan tidak sah lalu berhubungan intim, maka sama dengan
perzinaan. Iyyadzan billah, kita berlindung kepada Allah dari kejadian ini.

Oleh sebab itulah, seorang
lelaki yang hendak meminang wanita terkadang perlu untuk mengecek nasab dari
calon pasangan.

Itulah beberapa kriteria
yang perlu dipertimbangkan oleh seorang muslim yang hendak menapaki tangga
pernikahan. Nasehat kami, selain melakukan usaha untuk memilih pasangan, jangan
lupa bahwa hasil akhir dari segala usaha ada di tangan Allah ‘Azza Wa Jalla.
Maka sepatutnya jangan meninggalkan doa kepada Allah Ta’ala agar dipilihkan
calon pasangan yang baik. Salah satu doa yang bisa dilakukan adalah dengan
melakukan shalat Istikharah. Sebagaimana hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu
alaihi
wa sallam berkata,

Jika
kalian merasa gelisah terhadap suatu perkara, maka shalatlah dua raka’at
kemudian berdoalah: ‘Ya Allah, aku beristikharah kepadamu dengan ilmu-Mu’…
(dst)” (HR. Bukhari)

Nah sahabat tolongshare
sudah dijelaskan semua tentang bagaimana memilih pasangan hidup idaman yang
sesuai sunnah rasul, semoga bagi sahabat yang lagi proses mencari pasangan
hidup atau pun yang lagi menanti pasangan hidupnya artikel ini dapat menambah
wawasan agar tidak sampai salah pilihan, sebab hidup berumah tangga itu tidak hanya
untuk satu atau dua hari saja namun untuk selamanya sampai maut memisahkan.
Semoga bermanfaat dan dapat berguna bagi kehidupan didunia maupun diakhirat.
Aamiin

 
Sumber:Ukhtiindonesia.com



");
FB.XFBML.parse( );
});
//]]>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar